contoh artikel tentang literasi
B. Indonesia
abelia23
Pertanyaan
contoh artikel tentang literasi
2 Jawaban
-
1. Jawaban Jsjsksjsi
Salam pramuka
Motto pramuka
Satya kudarmakan
Darma kubaktikan -
2. Jawaban alemalendra
Menurut Bambang Wisudo, salah seorang pegiat pedagogi dan literasi kritis, salah satu syarat utama untuk menjadikan literasi sebagai jantung dalam proses pendidikan di sekolah adalah ketersediaan buku-buku di sekolah. Artinya membentuk budaya literasi siswa meniscayakan sekolah menyediakan buku-buku yang dapat diakses tidak hanya terbatas pada buku paket. Arus diakui bahwa buku paket masih mendominasi sekolah-sekolah di Indonesia. Banyak guru yang masih memosisikan buku paket sebagai kitab suci dan satu-satunya sumber pengetahuan yang harus dihafal oleh semua siswa. Mereka menyampaikan materi persis seperti apa yang tertera pada buku paket yang menjadi pegangannya. Boleh jadi fenomena kasus “Chairil Anwar” dan “Aku” menjadi akibat dari dominasi buku paket di sekolah.
Oleh karena itu, sudah saatnya sekolah-sekolah mempunyai keberanian untuk melepaskan diri dari ketergantungan mereka terhadap buku paket. Di tingkat SD misalnya, guru bahasa Indonesia bisa menjadikan cerpen-cerpen anak yang sudah dimuat di Koran baik local maupun nasional sebagai bahan ajar. Di tingkat SMP, ada sederet buku sastra Indonesia untuk dijadikan bahan ajar untuk menumbuhkan budaya literasi, seperti Harimau-Harimau kaya Mochtar Lubis atau Calon Arang dan Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, dan masih banyak lagi.
Sebagai referensi, kelompok Paedia membuat daftar bacaar untuk siswa SD sampai SMA. Daftar tersebut mencakup ratusan buku yang terdiri dari buku-buku fiksi dan nonfiksi. Dalam daftar bacaan tersebut ada buku kumpulan puisi, drama, feature, biografi, dan filsafat.
Di tingkat SMA misalnya, siswa telah “dihalalkan” untuk membaca karya sastra karya Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, William Shakespeare, sampai penulis Amerika Latin Gabriel Garcia-Marquez dengan bukunya yang terkenal One Hundred Years of Solitude. Untuk nonfiksi mereka diminta membaca antara lain buku karya St. Agustine, John Locke, Albert Einstein, Charles Darwin, Immanuel Kant, Nicolo Machieavelli, sampai buku The Communist Manifesto karya Karl Marx dan Frederick Engels.
Mengajari anak membaca buku-buku semacam itu tidak mudah membalikkan telapak tangan. Proses tersebut meniscayakan guru-guru mengerahkan tenaga, pikiran, kesabaran, dan tentu saja wawasan yang sangat luas.
Kalau literasi semacam itu dijadikan jantung pembelajaran, maka beberap tahun ke depan, saya yakin budaya literasi di Indonesia akan betul-betul terbentuk.
Tidak hanya terjadi pada siswa, tapi pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan.