1. apa sejarah masjid raya banten 2. apa tradisi halal bihalal 3. apa tradisi ziarah kubur 4. apa sejarah masjid agung demak 5. apa tradisi upacara sekete
IPS
putri6431
Pertanyaan
1. apa sejarah masjid raya banten
2. apa tradisi halal bihalal
3. apa tradisi ziarah kubur
4. apa sejarah masjid agung demak
5. apa tradisi upacara seketen
2. apa tradisi halal bihalal
3. apa tradisi ziarah kubur
4. apa sejarah masjid agung demak
5. apa tradisi upacara seketen
1 Jawaban
-
1. Jawaban Lindamp
1 ) Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.
2) Tradisi halal bi halal mula-mula dirintis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I (lahir 8 Apri 1725), yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah shalat Idul Fitri diadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
3) Adanya tradisi ziarah kubur menjelang Ramadhan, bisa jadi terbentuk dari anjuran Nabi SAW sendiri. Beliau SAW menganjurkan kepada setiap Muslim untuk memasuki Ramadhan dengan jiwa yang bersih, terlepas dari kebencian dan permusuhan apapun terhadap sesama Muslim, saling mendo’akan, saling memaafkan, saling mengunjungi dan menyambung silaturahmi.
4) Masjid Agung Demak merupakan Masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ± 26 km dari Kota Semarang, ± 25 km dari Kabupaten Kudus, dan ± 35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro
5) Sekaten atau upacara Sekaten (Hanacaraka, berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad SAW yang diadakan pada setiap tanggal 5 bulan Mulud (Rabiul Awal tahun Hijriah) di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini dahulu dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.