Bacalah cerpen berikut,kemudian temukan konflik di dalam isi cerita. Pengemis,Aku Sedekah, Pak,” ujar ibu di depanku, membuyarkan kegilaanku. Aku menggeleng, le
B. Indonesia
tiara1541
Pertanyaan
Bacalah cerpen berikut,kemudian temukan konflik di dalam isi cerita.
Pengemis,Aku
Sedekah, Pak,” ujar ibu di depanku, membuyarkan kegilaanku. Aku menggeleng, lemah. Kini, anak itu telah kembali memegang tangan ibunya sembari menunjukkan karet-karet yang dikumpulkannya.
Sekilas ibunya menatapnya, lalu mengangguk dan tersenyum. Senyum yang tulus. Senyum berbalut kepedihan. Sebab, aku yakin, hati ibu itu teriris sembilu. Sesungguhnya, jika bisa, ia ingin membelikan mainan yang menarik untuk anaknya, mainan yang dapat menyenangkan masa kecil anaknya.
Ibu itu kembali menoleh kepadaku. Tetapi, aku tetap menggeleng, meski dengan terpaksa dan hati getir. Aku sadar atas kekurangan dan kemiskinan yang juga menjeratku. Apakah aku membantunya di saat keuanganku sedang sekarat?
Haruskah aku menolong, padahal di saat ini aku juga sedang membutuhkan pertolongan? Apa salahnya aku memberi sedikit yang kumiliki? Dengan memberi beberapa lembar uang, mungkinkah aku langsung tak bisa makan?
Tetapi, aku tetap tak beranjak. Mataku mencari-cari malaikat. Ah, siapa tahu di tengah masalah begini malaikat muncul dan memberi bantuan. Seperti khotbah-khotbah di atas mimbar, bukankah malaikat selalu hadir di saat umat dalam kesulitan? Tetapi, kenyataannya, aku semakin terpuruk dan terpojok. Berbagai tudingan mengarah kepadaku, bahwa di depanku saat itu adalah malaikat dari surga.
Benarkah? Siapa yang tahu? Aku menimbang-nimbang. Ah, mustahil. Ini bukan negeri dongeng, yang dipenuhi peri dan bidadari bersayap. Aku sedang berada di jaman modern, di saat teknologi sedang merajalela dan polusi menyesakkan dada. Nah, bagaimana mungkin malaikat bisa hadir. Maka, aku tersenyum nyinyir, lalu menggerakkan tangan, memberi isyarat agar pengemis itu berlalu dari hadapanku.
Dengan letih dan tertunduk, pengemis itu berbalik sambil menarik lengan anaknya yang asyik dengan karet-karet di tangannya. Tak sedikit pun anak itu memahami kejamnya dunia. Sungguh putih hatinya di tengah dunia yang tak kenal iba. Dengan hati yang putih itu juga ia mengikuti ibunya. Pengemis itu menyeret langkah, menjauh. Dan langkah itu seakan menekan-nekan perasaanku. Dadaku sesak. Uluhatiku koyak-moyak.
Pengemis,Aku
Sedekah, Pak,” ujar ibu di depanku, membuyarkan kegilaanku. Aku menggeleng, lemah. Kini, anak itu telah kembali memegang tangan ibunya sembari menunjukkan karet-karet yang dikumpulkannya.
Sekilas ibunya menatapnya, lalu mengangguk dan tersenyum. Senyum yang tulus. Senyum berbalut kepedihan. Sebab, aku yakin, hati ibu itu teriris sembilu. Sesungguhnya, jika bisa, ia ingin membelikan mainan yang menarik untuk anaknya, mainan yang dapat menyenangkan masa kecil anaknya.
Ibu itu kembali menoleh kepadaku. Tetapi, aku tetap menggeleng, meski dengan terpaksa dan hati getir. Aku sadar atas kekurangan dan kemiskinan yang juga menjeratku. Apakah aku membantunya di saat keuanganku sedang sekarat?
Haruskah aku menolong, padahal di saat ini aku juga sedang membutuhkan pertolongan? Apa salahnya aku memberi sedikit yang kumiliki? Dengan memberi beberapa lembar uang, mungkinkah aku langsung tak bisa makan?
Tetapi, aku tetap tak beranjak. Mataku mencari-cari malaikat. Ah, siapa tahu di tengah masalah begini malaikat muncul dan memberi bantuan. Seperti khotbah-khotbah di atas mimbar, bukankah malaikat selalu hadir di saat umat dalam kesulitan? Tetapi, kenyataannya, aku semakin terpuruk dan terpojok. Berbagai tudingan mengarah kepadaku, bahwa di depanku saat itu adalah malaikat dari surga.
Benarkah? Siapa yang tahu? Aku menimbang-nimbang. Ah, mustahil. Ini bukan negeri dongeng, yang dipenuhi peri dan bidadari bersayap. Aku sedang berada di jaman modern, di saat teknologi sedang merajalela dan polusi menyesakkan dada. Nah, bagaimana mungkin malaikat bisa hadir. Maka, aku tersenyum nyinyir, lalu menggerakkan tangan, memberi isyarat agar pengemis itu berlalu dari hadapanku.
Dengan letih dan tertunduk, pengemis itu berbalik sambil menarik lengan anaknya yang asyik dengan karet-karet di tangannya. Tak sedikit pun anak itu memahami kejamnya dunia. Sungguh putih hatinya di tengah dunia yang tak kenal iba. Dengan hati yang putih itu juga ia mengikuti ibunya. Pengemis itu menyeret langkah, menjauh. Dan langkah itu seakan menekan-nekan perasaanku. Dadaku sesak. Uluhatiku koyak-moyak.
1 Jawaban
-
1. Jawaban icashalaisaputri
konfliknya tokoh"Aku" dalam cerita tsb memberikan uang kepada si ibu tsb karena tokoh "Aku"terjerat dalam kemiskinan padahal di dalam hatinya dia ingin sekali memberi sesuatu.